Jumat, 07 September 2012

WAKTU TELAH MENJAWABNYA : Oleh: Erick M. Sila

Entah mengapa, malam itu aku ingin sekali mengabadikan sebuah kisah CINTA yang terjadi 8 tahun yang lalu. Sebelum aku melanjutkan cerita ini, ijinkan aku untuk mengisakannya atas nama kejujuran dan ketulusan. Kisah ini adalah sebuah ilusi di balik fakta. Aku yakin kisah ini akan menyentuh hati siapa saja yang membacanya. Apalagi kisah ini persis sama dengan pengalaman CINTAnya. Kecuali ia benar-benar tidak mempunyai hati lagi. Kisah ini bukanlah pelajaran tentang filsafat CINTA. Tetapi apa boleh buat. Itulah konsekuensinya bila seorang filsuf muda yang bercerita. Dalam kisah ini, aku akan mengajak kita semua untuk bermain dalam satu kata yaitu: CINTA. Kata filsuf: “Bermailah dalam permainan tetapi janganlah bermain-main! Mainlah dengan sungguh-sungguh, tetapi permainan jangan dipersungguh. Kesungguhan permainan terletak dalam ketidak sungguhannya. Sehingga permainan yang dipersungguh, tidaklah sungguh lagi. Mainlah dengan Eros, tetapi janganlah mau dipermainkan Eros. Mainlah dengan Agon, tetapi janganlah mau dipermainkan Agon. Tetapi tentang Agape, janganlah main-main! Bermainlah dengan sungguh-sungguh. Barang siapa mempermainkan permainan, akan menjadi permainan-permainan. Bermainlah untuk bahagia, tetapi janganlah mempermainkan bahagia”. Demikian juga dengan CINTA. KIsahnya demikian: Pada suatu ketika, aku tidak tahu entah mengapa kami harus bertemu. Dalam pertemuan yang singkat itu, aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam hatiku. Setiap saat, aku ingin sekali melihat senyumannya yang manis dan tatapan matanya yang teduh. Aku merasakan getaran ini semakin hebat dalam diriku. Apakah aku jatuh CINTA? Mungkin. Saat itu aku merasakan bahwa aku telah menemukan diriku yang sebenarnya di dalam dirinya. Jujur, aku tidak bisa menghindari gejolak CINTA ini. Benar kata Alexander Smith: “CINTA adalah menemukan diri sendiri dalam diri orang lain, dan merasa bahagia dengan penemuan itu”. Selama seminggu kami bersama, namun aku belum berani mengungkapkan perasaanku kepadanya. Aku bukanlah seorang pengecut, tetapi saan ini waktu belum mengijinkannya. Akhirnya aku baru mengungkapkannya ketika ia sudah jauh. Saat itu aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku walapun harus ditolak sekalipun. Apapun keputusannya, aku sudah siap menerimannya. Bagiku, mencoba lebih baik daripada tidak sama sekali. Benar juga kata Mark Twain: “Keberanian bukan berarti tidak mempunyai rasa takut, melainkan berani bertindak walau merasah takut”. Salahkah jika aku mencoba? Tentu tidak. Demikianlah aku menguatkan hatiku saat memulai kisah CINTA ini. Akhirnya usaha tidak sia-sia. Iapun menerima CINTAku. Hari berlalu, tahunpun berganti. Beriring dengan berlalunya waktu, banyak juga pengalaman bahagia, sedih, marah, kecewa dan sakit hati telah kami lalui bersama. Walaupun demikian, CINTA itu tetap tegar bagaikan batu karang di tengan samudera. Dalam menjalin sebuah persahabatan, aku berpegang pada satu prinsip bahwa aku menCINTAi karena CINTA, aku CINTA agar menCINTAi. CINTA itu dengan sendirinya mencukupi, CINTA sendiri menyenangkan dan itu dengan sendirinya. CINTA itu bebas, bukan karena terpaksa. Mereka tahu bahwa aku yang menCINTAi dia, menjadi bagian dari CINTA dia juga. Jika demikian adanya CINTA, maka indahlah CINTA itu. CINTA adalah sebuah misteri. Tidak seorangpun yang dapat mendefinisikan CINTA itu secara pasti yang dapat merangkum semuanya. Setiap orang akan mendefinisikan CINTA itu berdasarkan pengalaman pribadinya. Ketika orang merasakan bahagia, ia akan berkata: CINTA itu indah. Tetapi, jika ia terluka karena CINTA, ia akan mengatakan: CINTA itu menyakitkan. CINTA ibarat harumnya bunga mawar. Jika kita disuruh mencium sekuntum mawar segar, kita tahu dengan pasti bagaimana harumnya itu. Tetapi akan menjadi sulit apabila kita disuruh untuk mendefinisikan harumya bunga mawar itu dalam satu kalimat. Sulit bukan? Demikian juga dengan CINTA.
Akupun tidak mengerti sepenuhnya tentang CINTA. Yang aku tahu dengan jelas hanyalah bahwa aku akan merasa kangen jika ia jauh dariku; aku akan merasa sakit hati jika ia menduakan CINTAku. Hanya itu saja yang aku mengerti tentang CINTA. Ya, kurang lebih satu tahun kami menjalin hubungan ini. Akhirnya, badai dasyat itupun datang. Badai itu adalah jarak dan waktu. Memang benar kata orang “CINTA itu tidak akan bertahan apabila dipisahkan oleh jarak dan waktu”. Sekokoh apapun batu karang, jika dihempas badai terus-menerus, sedikit demi sedikit akan terkikis dan pada akhirnya akan hilang. Begitu juga dengan CINTA. Sekokoh apapun CINTA itu pasti akan runtuh. Tetapi CINTA berbeda dengan batu karang. CINTA bisa dipertahankan, walaupun harus merasah sakit; menCINTAi hingga terluka. Sebab kata SANG CINTA: “Air yang dasyat tidak dapat memadamkan CINTA dan sungai-sungai tidak dapat menghanyutkannya". Namun kenyataannya berbeda dengan pengalamanku ini. Badai itu terus datang tiada hentinya. Akhirnya di penghujung bulan Agustus dalam tahun itu, badai dasyat itu tak dapat ku elakan lagi. Ia telah perpaling kepada CINTA yang lain. Saat ini aku hanya ingin mengatakan kepadanya “Pergilah kasih, kejarlah keinginanmu, kalau memang itu membuatmu bahagia!”. Aku yakin itulah yang terbaik bagimu. Kata Khalil Gibran “CINTA itu adalah seekor burung jelita yang berharap untuk ditangkap, namun menolak untuk disakiti”. Sekali lagi, jika masih ada waktu kejarlah keinginanmu, jangan hiraukan diriku. Aku rela berpisah demi kamu. Lebih baik pernah menCINTAi dan sakit hati, daripada tidak sama sekali, kata Seneca. Akan tetapi, Thich Nhat Hanh memberi nasehat “CINTA yang hanya memilih bukanlah CINTA”. Jika itu yang terjadi dengan CINTA, percayalah! Satu per satu kan berlalu dari sisimu, termasuk sahabat-sahabat terbaik anda. Sahabat muda penCINTA Oasi di Vita, bagaimana jika anda yang berada di posisi ini?
Alexander Graham Bell menyadarkan kita dengan berkata: “Saat satu pintu tertutup, pintu yang lain terbuka. Tetapi sering kali kita menatap pintu yang tertutup itu begitu lama dan penuh sesal sehingga kita tidak melihat pintu yang terbuka untuk kita”. Namun, itu bukan berarti aku tidak lagi menCINTAinya lagi. Bahkan saat ini aku menCINTAinya lebih dari yang dia sendiri ketahui. Memang sakit hati sudah jelas, tetapi percayalah kepada SANG CINTA. Ada jalan lain yang lebih indah untukmu. Ituah dia yang telah kamu pilih. Ia lebih baik dariku. Aku yakin itu, sebab atas dasar itu jugalah kamu memilih dia. Sahabat muda, masih banyak orang yang ingin menjadi sahabat anda; temukanlah mereka! Memang sulit mencari sahabat yang mau bersahabat di zaman ini. Bagi para sahabat muda penCINTA Oasi di Vita yang telah menemukan sahabat terbaik, apakah kamu juga ingin melupakan atau meninggalkannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar